Menjadi Ibu Dambaan Ummat

Rasanya terlalu tinggi untuk diraih. Tapi kalimat itu selalu terngiang-ngiang sejak dulu bahkan sebelum saya menikah. Saat saya masih semangat-semangatnya ikut beberapa kelas parenting, Menjadi ibu yang dicintai anaknya dan bisa mendidik anak-anak menjadi anak-anak yang sholeh dan pintar sehingga mereka bisa berperan merubah peradaban, Waaah,,,cita-cita yang sangat tinggi, tapi tidak mustahil bukan? karena bisa jadi anak kitalah nanti yang akan menjadi para pemimpin negeri ini. Anak-anak kitalah yang akan menggantikan para pengusaha muslim yang sukses saat ini. Anak kitalah yang akan menjadi para ulama besar yang fatwanya selalu dinantikan. Dan bisa jadi anak kitalah nanti yang akan membawa perubahan besar bagi jayanya kembali ummat ini. 

Saya jadi teringat kisah Muhammad Al Fatih yang menaklukan konstantinopel. Dari sejak zaman dulu secara turun temurun, antar generasi setiap orang tua muslim saat itu selalu menceritakan tentang hadist bahwa konstantinopel akan ditaklukan. 
Kota Konstantinopel akan jatuh ke tangan Islam. Pemimpin yang menaklukkannya adalah sebaik-baik pemimpin dan pasukan yang berada di bawah komandonya adalah sebaik-baik pasukan.” {H.R. Ahmad bin Hanbal}
Yang saya garis bawahi di sini adalah semangat para orangtua generasi terdahulu untuk berupaya agar anaknyalah itu yang membuktikan kebenaran hadist tersebut. Semangat mendidik generasi untuk menjadi yang terbaik itu yang sejatinya harus kita teladani.

Tapi, harus saya akui, berat sekali untuk tetap konsisten dan bersemangat dalam memdidik anak-anak ini. Rasa malas, jenuh, dan kelelahan karena mengerjakan tugas-tugas rumah tangga semakin menjauhkan antara cita-cita dan realita. Praktek tak selalu semudah teori yang dipelajari. 

Dari dulu saya memang suka ilmu Parenting. Menurut saya inilah ilmu yang akan selalu dipakai sekaligis dipelajari oleh kita seumur hidup. Ilmu yang akan selalu dinamis karena harus sesuai dengan perkembangan zaman. Tetapi juga ada hal-hal yang berlaku selamanya dan tidak boleh diubah-ubah. Kita harus selalu mengaitkan fakta yang ada sekarang ini kemudian mengaitkannya dengan nilai-nilai ilahiah yang tak berubah. Pintar memilih jenis komuniksi agar anak-anak selalu terbuka dan nyaman berbagi cerita. 



Beberapa seminar telah saya ikuti, mulai dari membentuk keluarga SAMARA, PAUD, Sucikan akal cerdaskan hati, Home schooling berbasis Akidah Islam dan lain-lain. Saya tambah dengan membaca beberapa buku parenting semisal Mendidik Anak dengan Cinta, Balitaku Khatam Al Quran, dan lain sebagainya. Saya gabung juga dengan beberapa grup parenting di Facebook. Tapi rasanya masih kurang. Semangat selalu pasang surut. Idealisme hampir terkubur, sampai akhirnya saya menemukan komunitas Institute Ibu Profesional ( IIP). Semoga semangat saya semakin menyala. Aamiin.

Dulu, sejak masih kuliahpun saya senang mengajar anak-anak. Saya jadi guru les privat dan ikur mengajar anak-anak di TPA. Sampai saya menikah dan mempunyai anak, kegiatan itu terus berlajut. Bahkan sejak tahun 2008 sejak kami pindah ke Qatar, saya membuka TPA di rumah, 2 hari dalam seminggu anak-anak teman datang dan belajar di rumah. Dari satu kelas menjadi 3 kelas. Dari satu orang guru menjadi 4 orang. Maa syaa Allah, hari-hari yag menyenangkan dan penuh berkah. 
Hingga akhirnya, saat saya hamil anak ke-3 dan untuk sementara saya harus pulang ke tanah air karena sakit TB payudara. Saya mengalami 3 kali operasi di payudara. Dan sejak saat itu kesehatan saya melemah. Walau masih mengerjakan tugas-tugas rumah tangga dan kembali ke perantauan, tapi saya sudah tidak bisa lagi terlalu cape. Jika saya paksakan maka bagian tubuh sebelah kiri saya akan sakit dari mulai leher, tangan hingga kepunggung. Sebenarnya sudah beberapa kali saya mencoba mulai mengajar anak-anak lagi. Saat ada liburan panjang saya membuat diklat untuk anak-anak. Terakhir, saya mencoba membuka TPA lagi di rumah karena permintaan beberpa teman. Tapi itupun hanya bertahan 2 minggu saja,karena saya jatuh sakit. Akhirnya saya menyadari saya tak sekuat dulu. Suamipun meminta saya hanya berkonsentrasi kepada anak-anak kami saja. Akhirnya semangat saya mulai melemah, idealisme pun menguap. Saya malah jadi males-malesan mengajar anak-anak.

Alhamdulillah, sejak mulai bergabung di kelas Pramatrikulasi saya kembali membuka catatan-catatan dan agenda yang saya bikin untuk anak-anak. Ada jadwal harian anak yang sudah sering saya abaikan. Ada perlombaan mengupulkan bintang sebagai sarana anak-anak agar bersemangat melakukan tugas-tugas hariannya. Ada juga agenda selepas ashar dan selepas magrib yang hanya sebagiannya saja yang terlaksana. Saya buka-buka lagi, saya buat beberapa revisi. Si Mas anak nomer satu saya kini telah masuk asrama. Tinggal 2 orang adiknya di sini. Semoga ke depan saya semakin bersabar, lebih kreatif serta konsisten dalam mendidik anak-anak saya. Aamiin.








Komentar

Postingan Populer