Lelaki Tetangga Sebelah

Kami berpapasan. Saya pulang dari mengajar privat  dan beliau menuju mesjid. "Oh ini tho yang diceritakan om kemarin", batin saya. Om saya memang bercerita bahwa beberapa pemuda yang tinggal tak jauh dari rumah kami sudah mulai mau ikut pengajian.

Sejak saat itu, beberapa kali lelaki itu diajak om saya  ke kajian mingguan. Kami tak pernah bertegur sapa. Di dalam mobilpun, dia jarang memulai pembicaraan dan hanya menjawab jika ditanya. "Pendiam", kesan saya padanya.

-

Waktu terus berjalan. Saya sibuk dengan kuliah, mengajar privat, mengajar TPA, isi pengajian anak-anak selepas magrib dan sekali-kali ikut mentoring remaja di sekolah-sekolah. Kami jarang bertemu. Hanya sesekali om saya cerita bahwa lelaki tetangga sebelah itu semakin aktif ikut kajian dan mulai membantu ikut menyebarkan buletin pengajian ke mesjid-mesjid komplek.

-

Ada yang unik. Meski tak setiap minggu, tapi terkadang saat saya pulang dari mengajar TPA, lelaki tetangga sebelah itupun baru pulang kerja. Dari kejauhan, tampak seragamnya yang khas. Saya bergegas, berusaha secepat mungkin berjalan agar cepat berbelok ke gang yang lain. Risih rasanya kalau saya berjalan tak jauh di depannya. Tapi entah bagaimana, di belokan gang menuju rumah, saya yang berjalan  dari arah kanan, hampir selalu berbarengan dengan dia yang juga muncul dari arah yang berlawanan di ujung jalan sebelah sana. Mau tak mau kami tetap berpapasan meski berjauhan.

-

Telepon berdering. " Assalamu'alaikum, Pak Har-nya ada?", tanya suara di seberang sana.
Lelaki tetangga sebelah.
"Wa'alaikumsalam, enggak ada". Jawab saya dengan nada biasa saja.
"Saya mau anterin buletin". Katanya lagi.
"Taro aja di teras". Kata saya singkat.
"Oh iya, makasih assalamu'alaikum".
"Wa'alaikumsalam".
Tak lama kemudian, pintu pagar rumah berderit. Seseorang meletakkan plastik besar diteras, lalu bergegas menutup pintu pagar kembali.

-

Tak terasa kuliah sudah selesai dan acara wisuda-pun berlalu. Saya kemudian bekerja dan merasakan dunia yang sama sekali berbeda. Saya rindu teman-teman dan anak-anak didik saya. Saya ingin kembali seperti dahulu. Sepertinya saat itulah sujud-sujud saya bertambah panjang. Doa saya semakin lirih dan penuh harap. Memohon pada Allah jalan keluar terbaik.

Maa syaa Allah, Alhamdulillah, Allahu Akbar, Allah mengabulkan do'a-do'a saya pada saat yang tepat. Sepucuk surat datang, berisi biodata ikhwan yang berniat meminang. Tapi siapakah?

----
To be continued



Komentar

Postingan Populer