Khitbah

Musyrifah saya kemudian bercerita, bahwa telah lama lelaki tetangga sebelah itu mempunyai rencana,  untuk menikah akhir tahun nanti setelah adik bungsunya selesai sekolah. Satu nama telah disarankan oleh Sang ustadz dan dia menyetujuinya. Saat mendengar saya akan  dikhitbah, ustadz segera memberi kabar dan menyarankan dia untuk sesegera mungkin melamar. Maka terjadilah telepon itu.

"Memang boleh Teh seperti itu?" Tanya saya kepada musyrifah.
"Boleh, sebelum jatuh khitbah boleh ...".
Hati masih tak menentu.

-

"Assalamu'alaikum ukhti, ini saya lagi". Seperti yang sudah dijanjikan, sore harinya dia menelepon.
"Alaikumsalam, ya akhi".
"Saya berniat mengkhitbah ukhti".
"Kapan?"
"In syaa Allah hari Ahad ini".
"Afwan udah ada ikhwan yang mau mengkhitbah saya hari Ahad".
"Kalau gitu In syaa Allah Sabtu". Tegasnya lagi.
"Memang rencana menikahnya kapan?". Selidik saya.
"In syaa Allah setelah lebaran". Jawabnya.
"Tapi ikhwan itu juga rencananya setelah lebaran". Kata saya lagi.
Hening tiba-tiba. Tapi kemudian suaranya kembali terdengar.
"Kalau begitu, In syaa Allah sebelum puasa kita menikah".
"Lho, terus bagaimana saya dengan ikhwan itu?". Tanya saya bingung.
"Ya sudah, dibilangin aja". Katanya sedikit memaksa.
"Tolong kasih saya waktu satu hari untuk istikharah dan berdiskusi dengan keluarga". 
"Baik ukhti, silahkan".

-

Saya langsung menelepon mamah. Masalah ini harus  segera diputuskan. Saya tidak nyaman dengan kondisi seperti ini. Gelisah, bingung dan khawatir. Ya,  sungguh saya takut sekali salah melangkah dalam membuat keputusan. Bagi saya rasanya lebih mudah dijodohkan oleh orang tua daripada salah ketika memilih.

"Mah gimana menurut mamah, saya ikut. Yang satu namanya Kar, yang satu lagi namanya Wah. Dua-duanya orang Jawa". Kata saya setelah sebelumnya menjelaskan panjang lebar dari awal.

"Jawa mana?", tanya mamah.
"Mas Kar Jawa timur, kalau mas Wah dari Jawa tengah", jelas saya lagi.
"Kakak udah kenal sama mereka?". 
"Belum sih Mah, hanya sekedar tau aja. Mas Kar baru ketemu sekali, kalau mas Wah udah cukup sering, karena kan tetangga di sini, kenal sama Om dan direkomendasikan sama guru ngaji saya". 
"Mas Wah yang dari Jawa tengah itu ya?", Mamah seperti ingin memastikan.
"Iya".
"Ya udah itu aja, selain udah tau, juga agak deket kalau mau berkunjung. Kalau ke Jawa timur mamah kayaknya gak sanggup". Katanya lagi.
"Oh gitu Mah ... Eumm, saya ngikut gimana mamah aja deh". Kata saya dengan sedikit gamang.
"Tapi nanti malem mamah mau istikharah, kakak telepon lagi besok pagi ya".
"Iya Mah, In syaa Allah. Nanti malam saya mau coba istikharah juga".

-

Setelah shalat Istikharah saya bermimpi, sedang ada di dalam sebuah kedai bakso yang sepertinya saya kenal. Ini daerah tempat saya dulu bekerja. Selepas kajian di mesjid, terkadang saya mampir ke sini sebelum akhirnya melanjutkan perjalanan.

Kemudian mimpi saya beralih ke depan sebuah komplek perumahan. Ada portal dari bambu di sana. Dan coba tebak siapa yang membukakan pintu portal itu untuk saya? Lelaki tetangga sebelah.

-

"Ukhti, apa yang harus saya bawa?" Tanya suara di seberang sana, menelepon.
Entah kenapa saya merasa, dengan waktu sesingkat itu ikhwan pilihan saya ini belum mempunyai persiapan yang matang. Saya tidak ingin memberatkan.
"Apa ajalah, buah juga boleh".
"Baik In syaa Allah kami akan membawa buah. Nanti mungkin yang datang hanya satu mobil saja". Katanya lagi.
"Alamatnya sudah jelas ya, pokoknya jika sudah di bundaran dekat Wartel, tanya tukang ojek biar mereka antar sampai ke rumah". Jelas saya panjang lebar. Sekalinya datang ke rumah, langsung untuk melamar.

Ya, akhirnya saya memutuskan untuk menerima pinangan lelaki tetangga sebelah itu. Beliau mengkhitbah saya hanya berselang tiga hari setelah telepon pertama kali ketika saya dalam angkot.

Sebelumnya, saya menelepon ikhwan yang baik hati itu, dan meminta maaf karena tidak dapat melanjutkan. Tak lupa saya sertakan do'a semoga beliau mendapatkan jodoh terbaiknya.

Hidup memang pilihan. Dan kita manusia sungguh lemah menentukan mana pilihan yang paling baik untuk kita, tanpa petunjuk dan bimbingan dari Allah Subhanahu Wata'ala. Dari proses ini saya belajar, bahwa niat baik harus diikuti juga dengan cara yang baik. Dan dari awal kami berkomitmen untuk melalui proses ta'aruf hingga menikah nanti, se-Islami mungkin.

Lalu kapan kami menikah ? Apa sajakah yang kami diskusikan? Dan apakah saya sudah yakin seratus persen dengan pilihan saya ini ?

---
To be continued


Komentar

Postingan Populer