Tahun Baru Harapan Baru
Entah kenapa mendadak bersenandung ketika RB Literasi Asia membuat tema resolusi 2019 untuk kegiatan menulis bersama bulan ini. Mau tak mau saya jadi merenung, 2019 mau ngapain ya?"Dua ribu sembilan belas ... ganti pre***** eh ganti ukuran".
Sebentar, rasanya dulu saya pernah membuat poster di Canva sebagai resolusi tahun 2019 untuk diri sendiri. Nah ini dia.
Langsing dan Sehat
Poster ini saya buat karena saat mudik bulan Juni kemarin banyak yang bilang kalau body saya tambah subur, termasuk ibu mertua saya. Tak mungkin dong saya menjelaskan pasal body shaming ke beliau, hehe. Jadi saya tekadkan hati bahwa tahun depan saat saya mudik lagi, saya harus lebih sehat dan langsing. Atur pola makan dan rutin berolahraga. Kata orang-orang, sehat tujuan utamanya, langsing hanyalah bonus. Tapi di telinga saya malah terdengar kebalikannya.Di tahun depan, saya ingin menambah hafalan Al Quran. Membiasakan kembali menghafal 1 ayat setiap hari. Dan berusaha istikamah. Sering karena alasan kesibukan, kegiatan ini menjadi keteteran.
Fokus Pada Anak dan Bunda Sayang
Di poster saya menuliskannya satu persatu. Ingin fokus ke anak dan ingin menyelesaikan kelas bunda sayang sebaik mungkin. Tetapi ternyata dengan kita mengikuti Bunda Sayang, kita otomatis menjadi semakin fokus ke anak-anak karena semua kegiatannya melibatkan mereka.
Lihatlah bagaimana kami diajari agar bisa berkomunikasi produktif dengan anak-anak, melatih kemandirian mereka, meningkatkan kecerdasannya, dan mencari tahu bagaimana gaya belajar anak, agar kita bisa menstimulusnya dengan maksimal. Sekali mengayuh sampan dua tiga pulau terlampaui. Semoga di akhir tahun depan saya bisa menyelesaikan kelas bunda sayang dan mempraktekan semua ilmunya di dalam rumah. Aamiin.
Tahun Baru Haruskah Berpesta?
Pesta tahun baru selalu meriah dimanapun berada. Dari ibu kota sampai ke pelosok desa. Dari negara super power hingga negara dunia ketiga. Dari negara barat yang sekuler, timur yang komunis, hingga negara yang mayoritas penduduknya muslim.
Alhamdulillah keluarga kami tak pernah merayakan tahun baru. Dalam artian, tak pernah begadang menantikan detik-detik pergantian tahun dan menghitungnya bareng-bareng. Tak pernah. Jangankan tahun baru, merayakan ulang tahun saja kami tidak lakukan. Bagi kami tahun baru hanyalah tambahan hari libur dimana anak-anak tak bersekolah dan suami mendapatkan overtime.
Di sini, di Qatar pesta tahun baru cukup meriah. Selepas Isya akan ada atraksi firework di beberapa tempat. Orang-orang biasanya pergi piknik ke taman, duduk berkumpul dengan beberapa keluarga dan makan bersama.
Tapi di negeriku, tahun baru berarti bunyi petasan dimana-mana. Horor bagi setiap ibu yang mempunyai bayi dan anak kecil, karena suara petasannya membuat mereka terbangun dan menangis. Sama seperti yang saya alami dulu ketika genteng rumah saya tiba-tiba dilempar petasan entah oleh siapa.
Tahun baru juga sering di salahgunakan menjadi momen berkumpulnya anak-anak muda, untuk berpesta pora, begadang semalaman, minum minuman keras dan tak jarang diakhiri dengan prilaku seks bebas. Na'udzubillahi min dzalik.
As a moslem
Tradisi tahun baru ternyata mempunyai sejarah yang erat kaitannya dengan peribadatan ummat beragama lain. Jadi sebagai seorang muslim tak seharusnya kita merayakan tahun baru ini karena kita mempunyai tahun baru tersendiri, yaitu 1 Muharam. Dan nabi mencontohkan untuk banyak berpuasa di bulan itu, bukan merayakannya dengan berpesta pora.
Sebagai seorang muslim, tahun baru seharusnya menjadi momen muhasabah bersama, sudahkah kita menjadi pribadi, keluarga, masyarakat dan negara yang di ridhoi Allah?
Tahun baru seharusnya menjadi akhir dari berbagai penindasan kepada kaum muslimin di berbagai belahan dunia.
Dan tahun baru seharusnya menjadi harapan baru, akan kembalinya 'izzul Islam wal muslimin di muka bumi ini.
#RBLiterasi
#NulisBarengBulanDes
#IPAsia
Semangat 2019!!
BalasHapusResolusi yang pertama mirip dengan saya, Mbak. Mari semangat melangsing bersama di tahun 2019.
BalasHapusMasya Allah.. semangaaaaat mba geta!! ❤❤
BalasHapus