Jangan Menangis Umi

Hari ini, Jumat anak-anak libur sekolah. Kami tidak kemana-mana. Seharusnya pagi tadi anak-anak ngaji di TPA, tapi Alham masih sakit. Akhirnya kami santai-santai di rumah. Setelah masak dan menjemur pakaian, saya melipat baju sambil nonton beberapa vlog di youtube. Anak-anak dan Abinya di ruang tengah menonton juga. Tak terasa sebentar lagi magrib, dan saya ingatkan anak-anak untuk berhenti nonton dan siap-siap mengaji.

Selepas Magrib, saya bilang ke anak-anak kalau saya ingin mengajarkan sebuah lagu. Judulnya Mutiara Umat. Saya bilang pada mereka bahwa dulu mas nya-pun nyanyiin lagu itu.
"Ayo kita liat di FB umi, rasanya ada video nya deh". Sayapun membuka laptop dan mencari video yang dimaksud.
"Sepertinya ini deh, coba kita putar". Kata saya antusias. Terdengar sebuah lagu Hampir aja umi tak dicintai abiku, andai saja dulu umi tak pakai jilbabnya ...
"Lho bukan ini ternyata ... maa syaa Allah liat Alham Hisyam, mas Faaza masih kecil banget ...". Udah lama sejak terakhir liat video itu ... rasanya terharu banget, anak sulungku dulu masih imut-imut, belum ada adik-adiknya ini. Hanya kami bertiga, time flies so fast.
"Mana-mana liat ... wah...itu mas Faaza ... kecil kayak Icam?".
"Mas lucu ... ". Kata Alham.
Abinya yang baru pulang dari mesjid ikut menonton.
"Maa syaa Allah Bi ... uminya jadi kangen mas Faaza ". Kata saya dengan tangis tertahan. Suami hanya tertawa sambil mengelus kepala saya.
" Ayo kita liat yang lainnya ... ". Katanya.
Kamipun melihat-lihat video yang lain, ada video saat Alham belajar jalan di mesjidil haram saat kami umroh. Ada video saat mereka belajar shalat. Ada video saat mereka nyanyi-nyanyi. Sungguh terharu melihatnya lagi. Dan trakhir liat video yang berjudul Surat Untuk Anakku. Itu adalah surat untuk si sulung saya dulu, ketika masih berusia beberapa bulan. Silahkan lihat di sini.

Yaa Allah saya tak kuasa menahan air mata ini lagi yang sejak tadi tertahan. Akhirnya menangis sesenggukan.
"Umi kenapa nangis ...? jangan nangis umi, kan Icam di sini ...". Hisyam langsung memeluk dan menciumku. Si bungsu ini memang sweet banget sama uminya.
"Iya sayang, umi gak apa-apa".
"Uminya kangen mas Faaza Cam ...". Abinya menjawab. Saya masih sesenggukan. Sebenarnya tak bagus menangis di hadapan anak-anak, tapi saya tak dapat menahannya lagi. Kangen sudah pasti tapi ada hal lain lagi. Saya jadi teringat idealisme saya dulu. Saya jadi teringat harapan-harapan dulu ketika mempunyai anak. Spirit itu rasanya memudar seiring waktu, terkikis tahun-tahun yang dilalui. Saya kangen, kangen dengan rasa itu, semangat itu, dengan idealisme itu. Saya peluk anak-anak saya.

"Maafin umi ya sayang, belum bisa jadi umi yang baik ... umi doain, semoga anak-anak umi semuanya jadi anak-anak yang sholeh". Saya ciumi mereka satu-satu.
"Saayang Alham dan Icam ...".
"Sayang umi juga ... ". Kata mereka berbarengan sambil memeluk.
"Abi, tolong bimbing umi, ingetin umi ketika umi lalai, bantu umi agar bisa kembali seperti dulu lagi, umi pengen lebih maksimal membimbing anak-anak".
"Iya in syaa Allah ...". Kata suami. Kamipun berpelukan semuanya.

-----------------------
Mas Faaza, walau kita terpisah ribuan kilometer jauhnya, tapi mas selalu ada dalam doa-doa umi. Dalam setiap tarikan nafas ini. Sebelum dan sesudah umi terlelap. Semoga mas selalu sehat, jadi anak shaleh dan hafal Al Quran. Di lindungi dari segala keburukan dan kejahatan. Umi titipkan kau pada Allah, sebaik-baik pelindung dan penjaga. Aamiin.








#Hari9
#GameLevel1
#Tantangan10Hari
#KomunikasiProduktif
#KelasBundaSayang
#Institut Ibu Profesional


Komentar

Postingan Populer